Senin, 21 Mei 2012

INSOMNIA

Insomnia............. ntah kenapa sekarang kata2 itu sering bermunculan dimana aja. padahal dulu waktu smp`an ga pernah denger. ntah kenapa juga bagi sebagian orang malah bangga jadi insomners, padahal mereka ga tau efek dari insomnia dibelakang hari.aku akui memang seorang insomners, awal mulanya karena kerja di warnet sebagai operator trus kecanduan game online dan itu berlangsung sampai 4 tahun. dunia kebalik, ketika orang mulai membuka mata dan beraktifitas aku malah masuk kamar dan melakukan ritual yang seharus_a dilakukan malam hari. matahari pagi seakan barang mahal yang harus didapatkan.jadwal makan yang berantakan, kuliah berantakan, keuangan berantakan, sampe hubungan asmara pun berantakan. ya tapi itu semua hanya proses hidup. kejenuhan akan hidup yang begitu-begitu saja mulai muncul. keinginan kuat untuk sembuh menjadi motivasi untuk bisa tidur malam dan mulai hidup normal. sekitar 6 bulan yang lalu kehidupan mulai berubah. mulai kerja punya uang lebih bisa beli barang2 dengan keuangan sendiri yg membaik dan yg pasti mulai tidur malam. tapi pergaulan dengan yang namanya WARNET ga bisa lepas. tetap aja jadi rumah kedua ketika mulai jenuh dengan aktifitas.ngegame lagi sih enggak. tp ga tau juga ngapain lama2 diwarnet. cuma buka faceboook ato twitteran ato sekradar chat di yahoo masanger. tp itu semua tanpa dana alias gratis. tapi tetap aja ada dampak negatif_a. insomnia melanda lagi, tidur berkurang kerja juga mulai beantakan.ya.... mungkin harus ada yang bisa mengontrol itu semua. atau minimal ada yang ngasih motivasi. yahhhh ... smoga bisa sembuh total. amin. maap kalo ngelantur biacaranya

Senin, 14 Mei 2012

Kisah Seorang Bapak Yang menggendong Jenazah Anaknya Jalan kaki

Sri Suwarni, warga Manggarai, Jakarta Selatan, terkejut bukan kepalang. Kakinya gemetar. Supriono, pria yang pernah mengontrak rumah petaknya, bertandang secara tiba-tiba dengan cara aneh: menggendong mayat anaknya. Tamu yang sehari-hari berprofesi sebagai pemulung itu mengaku kebingungan mencari tempat untuk mengubur anaknya. "Bude, saya mau minta tolong," kata Supriono kepada Sri, pada sebuah magrib hari Minggu, 5 Juni lalu.
Awalnya, Sri mengira anak dalam gendongan Supriono itu tidur lelap. Apalagi Supriono, pria asal Muntilan, Jawa Tengah, itu menggendong mayat Nur Khaerunisa, anaknya, seolah sedang menina-bobokan. "Saya pikir dia mau jalan-jalan dan butuh ongkos," kata Sri kepada Tempo, Jumat pekan lalu. Sri jadi lemas ketika dijelaskan bahwa anak dalam gendongan itu telah menjadi mayat.
Pertemuan Supriono dengan Sri itu merupakan ending drama memilukan yang dialami pemulung kardus dan botol plastik bekas itu. Sekaligus menjadi akhir kisah sedih Supriono sepanjang hari, menyusuri jalan-jalan Jakarta dengan menggendong anaknya yang telah tiada. Tanpa diminta, Supriono pun bercerita kepada Sri Suwarni.
* * *
Awal Juni lalu adalah awal dari kegundahan Supriono. Anak bungsunya, Nur Khaerunisa, sedang sakit muntaber, sementara biaya berobat tidak ada. "Saya hanya membawanya sekali ke puskesmas, dokter menyuruh rawat inap, tapi saya tidak punya uang," kata Supriono. Apa boleh buat, tubuh kecil tidak berdaya itu meringkuk di gerobak berukuran sekitar 2 meter persegi, berbaur dengan kardus dan botol plastik bekas. Dalam kondisi seperti itu, Khaerunisa masih dibawa ayahnya bekerja memungut barang-barang bekas.
Sebenarnya, dokter di puskesmas Setiabudi, Jakarta Pusat, meminta Supriono membawa kembali anaknya untuk berobat. Kemelaratan yang mendera keluarga pemulung itu membuat sang ayah menolak anjuran dokter. Sekali berobat ke puskesmas, dia harus membayar Rp 4.000. Meski biaya berobat itu sama dengan ongkos parkir mobil di Jakarta Kota, Supriono tidak sanggup membayarnya karena ia hanya seorang pemulung.
Sebagai pemulung, penghasilannya sekitar Rp 10 ribu setiap hari. Uang itu harus cukup untuk biaya makan dia dan dua anaknya, Muriski Saleh dan Nur Khaerunisa. Bagaimana bisa mengobati anak, apalagi sampai menungguinya di puskesmas? Pekerjaan pemulung harus tetap dijalani. Khaerunisa yang lemas kesakitan terpaksa pula dibawa dalam gerobak, sesekali dicandai oleh kakaknya, Muriski Saleh.
Tuhan rupanya turun tangan menyelamatkan gadis cilik tanpa dosa ini. Setelah empat hari meringkuk dalam gerobak, Khaerunisa dipanggil menghadap ke haribaan-Nya. Pukul 07.00 pagi di hari Minggu, bocah berumur 3 tahun itu mengembuskan napas terakhirnya di peraduan Tuhan, sebuah gerobak tua yang berada di sebuah "rumah" yang lapang tanpa atap dan dinding, di bawah kereta layang di kawasan Cikini. Supriono berkabung, Muriski tak tahu adiknya meninggal, dan orang-orang sibuk lalu-lalang.
Supriono merogoh saku bajunya. Ada sedikit uang tersisa, tapi tak sampai Rp 10.000. "Jangankan menguburkan anak, untuk membeli kain kafan saja saya tidak mampu," katanya. Kemelaratan membuat Supriono nekat ingin membawa mayat si bungsu ke Kampung Kramat, Bogor, menggunakan kereta rel listrik (KRL) Jabotabek. Di sana, sebuah lokasi tempat kaumnya para pemulung bermukim, dia berharap mendapat bantuan penguburan. Jakarta tak memungkinkan hal itu. Begitu terlintas dalam pikiran Supriono.
Mayat si bungsu pun dibawa menggunakan gerobak, alat kerja sekaligus tempat tidur kedua anaknya setiap hari. Dia menyusuri Jalan Cikini, Manggarai, menuju Stasiun Tebet. Mendekati stasiun, Khaerunisa dibopong menggunakan kain sarung layaknya menggendong anak yang masih hidup. Agar tidak terlihat sudah meninggal, wajah gadis mungil itu ditutup dengan kaus. Sementara itu tangan yang lainnya menuntun Muriski Saleh, bocah enam tahun.
Melihat pria menggendong anak dengan muka tertutup, seorang pedagang minuman iseng bertanya. "Saya jawab anak saya sudah mati dan akan dibawa ke Bogor," kata Supriono berterus-terang. Keterusterangan ini membawa celaka, calon penumpang lain yang mendengar jawaban itu sontak geger. Hari gini gendong mayat naik KRL? Supriono pun digelandang bak pesakitan ke kantor polisi Tebet.
Supriono lalu diperiksa di Polsek Tebet. Lebih dari empat jam duda cerai dengan Sariyem itu diinterogasi aparat. Kesimpulannya, polisi tetap curiga, lalu memutuskan mengirim mayat Khaerunisa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk diotopsi. Supriono tunduk dan menyerah. Tetapi di kamar mayat RSCM, dia menolak tegas anaknya diotopsi. Masalahnya, ia tidak punya uang untuk biaya otopsi itu, selain dia kasihan melihat mayat putrinya yang sudah tenang dibedah. Tubuh kaku Khaerunisa akhirnya tidak jadi dibedah, namun Supriono meneken surat pernyataan penolakan otopsi.
Aneh bin ajaib (atau karena Supriono seorang pemulung?), mayat kecil itu diperbolehkan dibawa keluar rumah sakit dengan cara digendong. Ke mana sang anak harus dikuburkan? Pertanyaan itu menghujani pikiran Supriono. Dalam keadaan bingung, ia membopong mayat anaknya ke jalanan. Sejumlah sopir ambulans sempat menawarkan jasa untuk mengangkut mayat itu. Jasa? Ya, jasa di Jakarta berarti uang. Sopir ambulans mengurungkan jasa itu begitu mendengar Supriono tidak punya uang untuk membayarnya.
Orang kecil seperti ditakdirkan berteman dengan orang kecil. Para pedagang sekitar RSCM, beberapa orang lagi yang kebetulan ada di trotoar, mulai urunan memberi uang sekadarnya untuk Supriono. Merasa cukup punya uang dari sedekah, Supriono memanggil sopir bajaj. Ia tiba-tiba teringat Sri Suwarni, pemilik rumah petak yang pernah disewanya beberapa tahun lalu. Bajaj pun meluncur ke Jalan Manggarai Utara VI, Jakarta Selatan, rumah petak Ibu Sri.
* * *
Sri meneteskan air mata. Perempuan mana yang tidak menangis mendengar kisah sedih di hari Minggu itu? Tubuh mungil dalam balutan kain sarung warna merah kekuningan itu lantas direngkuh dari dekapan Supriono. Mayat itu lalu dibaringkan di atas kasur tipis yang berada di ruang tamu rumahnya. Wanita berusia 40 tahun itu lalu meminta bantuan tetangganya. Warga setempat akhirnya dengan tulus urunan membantu mengurus jenazah, ada yang membeli kain kafan, ada yang memasang bendera kuning di sudut-sudut gang, ada yang berdoa dan memandikan. Keesokan harinya, putri bungsu Supriono dimakamkan di Blok A6 No. 3 Taman Pemakaman Umum (TPU) Menteng Pulo. Bunga surga itu pun akhirnya bisa beristirahat dengan tenang, diantar orang-orang miskin yang kaya amal.
* * *
Pasal 34 UUD 1945 berbunyi: "Fakir miskin dan anak-anak yang telantar dipelihara oleh negara"
* * *
Kisah Supriono, bak cerita dari negeri dongeng, menyentak banyak orang. Berbagai media cetak dan televisi mengangkat berita itu menjadi headline. Berbagai kalangan menyatakan berniat menyumbang. Dari sekadar memberi dana, memberi pekerjaan pada Supriono, sampai membiayai sekolah Muriski Saleh. Pendek kata, cerita pilu pemulung itu mengusik nurani masyarakat yang kini semakin materialistis.
Menurut Asisten Bagian Kesejahteraan Masyarakat Sekda DKI Jakarta, Rohana Manggala, kasus Supriono seharusnya tidak terjadi. Selama ini Pemda menyediakan pelayanan gratis bagi orang tidak mampu. "Syaratnya mudah, tinggal meminta surat keterangan tidak mampu dari RT/RW di mana dia berdomisili," katanya. Agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi, Rohana berharap pengurus RT aktif melakukan sosialisasi soal ini.
Siapa sebenarnya Supriono? "Saya mengenal keluarga Supriono hanya sebentar. Tahun 2003 lalu mereka mengontrak rumah petak saya," kata Sri Suwarni. Ketika itu, Supriono mengontrak sebuah kamar berukuran 6 meter persegi. Sewa rumah panggung dengan dinding papan tripleks dan seng bekas itu per bulan Rp 140 ribu. Saat tinggal di rumah kontrakan, kata Sri, Supriono bersama istrinya Sariyem membawa banyak perabotan seperti televisi 20 inci dan kipas angin.
Sri tak mengikuti perkembangan Supriono sejak keluarga itu tidak lagi mengontrak rumahnya. Terakhir kabar yang diterima Sri adalah Supriono bercerai dengan istrinya, yang memilih pulang kampung. Sejak pisah dengan istrinya, Supriono hidup menggelandang dengan dua anaknya menyusuri jalan-jalan di Jakarta. Dia sengaja membuat gerobak kayunya tertutup di bagian tengahnya untuk tempat tidur dan berlindung dua anaknya. Di bagian depan gerobak dibuat kotak yang digunakan untuk menyimpan baju dan keperluan anaknya. "Saya mangkal di halte depan Gereja (Isa Almasih) Cikini. Kalau lagi hujan, gerobak saya bawa ke halte, biar anak-anak tidak kehujanan," tutur Supriono tentang "domisilinya" itu.
Tuan-tuan pejabat di DKI, kalau domisili Supriono seperti itu, ke mana dia harus meminta surat keterangan tidak mampu?

Tulisan ini semata2 hanya untuk membuka mata kita semua agar tidak terjadi lagi supriono-supriono selanjutnya
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2005/06/13/NAS/mbm.20050613.NAS119060.id.html

Rabu, 02 Mei 2012

Gerbang Lod: “Inilah Tempat Penaklukan Dajjal”



Sesungguhnya Isa Bin Maryam Akan Membunuh Dajjal Di Bab Lud (Gerbang Lod).” (Hr Ahmad, Turmudzi, Dan Nu’Aim Bin Hamad).

Pada akhir zaman nanti akan turun Dajjal ke muka bumi ini. Rasulullah SAW bersabda, “Ketika sedang tidur, aku bermimpi melakukan tawaf di Ka’bah. Lalu, ada seorang berambut lebat yang meneteskan air dari kepalanya, lalu aku tanyakan siapakah ini? Mereka menjawab, ‘Ibnu Maryam AS’.”

“Kemudian, aku berpaling dan melihat seorang laki-laki yang gemuk, berkulit merah, berambut keriting, matanya buta sebelah, dan matanya itu seperti buah anggur yang masak (tak bersinar). Mereka mengatakan, ‘Ini Dajjal’. Dia adalah orang yang paling mirip dengan Ibnu Qathn, seorang laki-laki dari Khuza’ah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis lainnya disebutkan, “Lalu, turunlah Isa bin Maryam di menara putih di bagian timur Damaskus. Isa menemukan Dajjal di Pintu Lod, kemudian membunuhnya.” (HR Abu Daud)

Dari Mujami bin Jariyah al-Anshari RA, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Isa bin Maryam akan membunuh Dajal di Bab Lud (Gerbang Lod).” (HR Ahmad, Turmudzi, dan Nu’aim bin Hamad).

“Tidak ada satu orang kafir pun yang masih hidup, semuanya terbunuh. Lalu, Isa berhasil menyusul Dajjal di Pintu Lod dan membunuhnya. Lalu, beberapa kaum Muslimin diselamatkan Allah ke hadapan Isa bin Maryam. Ia mengusap wajah mereka dan memberitahukan kepada mereka tentang kedudukan mereka di surga.” (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah, dan Hakim).

Dalam hadis di atas diungkapkan bahwa Dajjal akan dikalahkan Nabi Isa AS di Gerbang Lod. Di manakah letaknya? Menurut Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith al-Nabawi, Lod atau Gerbang Lod adalah kota yang terletak di dekat Baitul Maqdis atau Elia di Palestina dekat Ramalah. “Dahulu, rombongan kafilah dari Syam (Suriah) yang menuju Mesir singgah di kota ini, begitu juga sebaliknya,” ujar Dr Syauqi.

***

Kini, Lod merupakan salah satu kota yang berkembang di dataran Sharon, yaitu 15 km di tenggara Tel Aviv, Israel. Lod yang dalam bahasa Arab adalah al-Ludd itu, konon menjadi tempat tinggal Suku Benyamin. Kota seluas 12.226 km per segi itu sudah muncul sejak Periode Kanaan. Temuan tembikar di daerah tersebut menunjukkan Kota Lod telah eksis sejak 5600 hingga 5250 sebelum Masehi.

Dan sejak saat itu, Lod menjadi hunian bangsa Yahudi hingga penaklukan yang dilakukan oleh Romawi pada 70 Masehi. Kota ini dikenal sebagai pusatnya pemikir dan pedagang Yahudi. Menurut peneliti sejarah, Martin Gilbert, Raja Dinasti Hasmonean Jonathan Maccabee dan saudara laki-lakinya, Simon Maccabaeus, memperluas daerah kekuasaannya di bawah kendali Yahudi, termasuk menaklukkan Kota Lod.

Pada 43 M, Gubernur Romawi untuk Suriah Cassius menjual penduduk Lod sebagai budak. Selama Perang Romawi-Yahudi I, Prokonsul Suriah, Cestius Gallus, menghancurkan kota tersebut dalam perjalanannya menuju Yerusalem pada 66 M. Dua tahun berikutnya, kota ini diduduki oleh Kekaisaran Vespasian.

Selama Perang Kitos, tentara Roma mengepung Kota Lod dan mengganti namanya menjadi Lydda. Pada saat itu, terjadi pemberontakan Yahudi dipimpin oleh Julian dan Pappus. Lydda kemudian dikuasai dan banyak Yahudi yang dieksekusi. “Pembunuhan Lydda” sering digunakan sebagai kalimat pujian di dalam Talmud.

Romawi berhasil menguasai kota yang 75 persen penduduknya adalah bangsa Yahudi pada 70 M. Pada abad ke-3, Kekaisaran Septimius Severus mengangkat status Lod menjadi sebuah kota yang disebut dengan Colonia Lucia Septimia Severa Diospolis. Diospolis berarti kota para dewa.

Ketika diduduki oleh Kekaisaran Romawi, kebanyakan penduduknya menganut agama Kristen. Saat itu, Romawi memang tengah melakukan Kristenisasi besar-besaran di daerah kekuasaannya. Namun, pada abad ke-6 M, kota itu kembali berganti nama menjadi Georgiopolis untuk menghormati seorang prajurit Kekaisaran Diocletian, St George. Gereja dengan nama yang sama juga dibangun di kota tersebut untuk mengenangnya.

***

Kota ini menjadi salah satu lokasi yang penting setelah penaklukan bangsa Arab terhadap Palestina oleh pasukan tentara Muslim yang dipimpin Khalid bin Walid pada 636 M. Selama penaklukan yang dilakukan kaum Muslim, Lod menjadi markas Provinsi Filastin, meskipun selanjutnya dipindahkan ke Ramla.

Pada awal abad ke-11 M, tepatnya tahun 1099, Tentara Salib merebut kota ini dari bangsa Arab dan menamainya menjadi St Jorge de Lidde. Namun, kota tersebut direbut kembali dari Tentara Salib pada 1191 oleh pasukan Saladdin. Penjelajah Yahudi Benjamin Tudela mengatakan, saat Saladdin menaklukkan Lod, sebanyak 1.170 ke -luarga Yahudi tinggal di sana.

Di bawah Kesultanan Ottoman (Turki Usmani), Gereja Saint George dibangun pada 1870. Pada 1892, stasiun kereta untuk pertama kalinya dibangun di seluruh kota. Pada pertengahan abad ke-19 M, pedagang Yahudi berimigrasi ke kota tersebut, namun kembali mengungsi pada 1921 setelah tejadi Kerusuhan Jaffa. Pada tahuntahun ini, Lydda berada di bawah administrasi mandat Inggris di Palestina sebagai keputusan Liga Bangsa-Bangsa yang diikuti dengan Perang Dunia I.

Selama Perang Dunia II, Inggris mengatur pos-pos pasukannya di dalam dan sekeliling Lydda serta stasiun keretanya. Setelah peresmian negara Israel pada 1948, bandar udara Lod diubah namanya menjadi Bandara Ben Gurion.

Hingga 1948, Lydda menjadi permu kiman bangsa Arab dengan populasi sekitar 20 ribu penduduk dan sebanyak 18.500 jiwa adalah Muslim, sisanya Kristen. Pada 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa mem bagi Palestina kepada dua bangsa: Yahudi dan Arab. Sedangkan, Lydda diminta untuk dilepaskan dari bangsa Arab.

Namun, bangsa Arab menolak rencana tersebut. Maka, setelah menyatakan kemerdekaannya pada 14 Mei 1948, Israel menyerang dan merebut beberapa daerah Arab di luar yang diberikan PBB, termasuk Lydda. Dua bulan berikutnya, pasukan pertahanan Israel memasuki Lydda. Menurut tentara Israel, sebanyak 250 bangsa Arab, baik pria, wanita, maupun anak-anak terbunuh.

***

Selama 1948, populasi di Lydda meningkat menjadi 50 ribu jiwa, yang sebagian besar merupakan pengungsi Arab. Namun, sekitar 700 hingga 1.056 orang diusir atas perintah komando tinggi Iseael dan dipaksa berjalan sepanjang 17 km menuju garis Legiun Arab pada hari terpanas tahun itu. Banyak yang meninggal karena kelelahan dan dehidrasi dalam perjalanan tersebut.

Kota Lydda kemudian dikuasai oleh tentara Israel. Beberapa ratus keturunan Arab yang tinggal di kota itu tidak diizinkan menempati rumah-rumah mereka. Mereka segera kalah jumlah akibat masuknya imigran Yahudi dari berbagai daerah pada Agustus 1948. Sebagian dari mereka adalah Yahudi yang tinggal di negara-negara Arab.

Maka, seperti awal mula berdirinya kota tersebut, Kota Lydda kembali menjadi Kota Yahudi. Imigran Yahudi terus berdatangan, awalnya dari Maroko dan Tunisia, lalu dari Ethiopia, dan kemudian dari Uni Soviet.

Di dalam Kota Lod terdapat sebuah dinding setinggi tiga meter yang dibangun untuk memisahkan distrik Yahudi dari distrik bangsa Arab. Pertumbuhan daerah Arab sangat minim, sementara Pemerintah Israel telah mendorong pembangunan di daerah Yahudi. Beberapa layanan, seperti lampu jalan dan pengumpulan sampah hanya dilakukan di distrik Yahudi.

Hal itu mengingatkan kita ketika Berlin terbagi dua oleh Tembok Berlin karena berlakunya dua kekuatan di sana, yaitu Amerika Serikat di Berlin Barat dan Uni Soviet di Berlin Timur. [republika]


Read more: http://www.atjehcyber.net/2012/05/gerbang-lod-inilah-tempat-penaklukan.html#ixzz1tjeFJqM6

follow me

ip detected

IP

Pengikut

Tukeran Link Yuk ^_^

sms gratis

buku tamu

Template courtesy of Welcome To Ubuntu. Want this Blogger template? Get it here!

Ubuntu LogoGet Ubuntu
Ubuntu LogoUbuntu Forums
Foxkeh banners for Firefox 2
Get Thunderbird!
OpenOffice.org Logo